Thursday 29 December 2011

Forum Regional tentang Keselamatan Ferry Domestik, Bali, Indonesia 6 dan 7 Desember 2011


Pada tanggal 6 dan 7 Desember 2011 yang lalu, Indonesia telah melakukan kegiatan besar bertaraf internasional dalam upaya meningkatkan keselamatan pelayaran, khususnya dalam hal keselamatan pengoperasian kapal-kapal ferry yang dioperasikan secara domestik, yaitu bekerja sama dengan Technical Co-operation Division IMO, menyelenggarakan seminar/workshop tentang keselamatan ferry domestik untuk wilayah Asia-Pasifik.

Peserta workshop dari berbagai negara diwilayah Asia Pasifik hadir, antara lain: Australia, Bangladesh, China, Indonesia, Malaysia, Philippines, Republic of Korea, Singapore, Thailand, United States, Vietnam dan Secretariat Komunita Pacific. Dari sektor swasta diwakili oleh Interferry and  anggota Interferry, yaitu biro klasifikasi tingkat dunia seperti  American Bureau of Shipping  (Amerika Serikat) dan Det Norske Veritas (Norwegia).

Sebenarnya Indonesia telah memulai melaksanakan seminar dan workshop tingkat nasional,  bekerja sama dengan IMO sejak bulan Desember 2007, sebagai tindak lanjut dari kecelakaan kapal ferry Indonesia KM Senopati Nusantara dan KM Levina II. Kegiatan tersebut dilakukan dalam upaya meningkatkan keselamatan pengoperasian kapal-kapal Ferry di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia sangat bersungguh-sungguh dalam memperhatikan keselamatan pelayaran. Pada akhir tahun 2008, untuk yang kedua kalinya Indonesia menyelenggarakan workshop yang sama. Selanjutnya, dengan bantuan expert dari Australia, Indonesia telah membuat standar keselamatan untuk kapal-kapal yang tidak terkena aturan Konvensi IMO, yang kemudian dikenal dengan NCVS (Non-Convention Vessel Standards). NCVS Indonesia ini telah diketahui oleh banyak Negara anggota IMO, karena pada waktu itu saya sebagai Atase Perhubungan London, senantiasa menyuarakan hal ini di sidang-sidang IMO terutama di sidang Maritime Safety Committee (MSC).

Indonesia juga sempat di undang oleh Technical Cooperation Division IMO sebagai nara sumber pada pelaksanaan seminar di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2010, untuk memperkenalkan menjelaskan tentang NCVS Indonesia tersebut.

Maka sudah selayaknya IMO menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah pelaksanaan workshop forum regional Asia-Pasifik di Bali tanggal 6 dan 7 Desember yang lalu. Dari workshop 2 hari tersebut telah ditetapkan dan disepakati 8 poin rencana aksi. Saya mencoba untuk menterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan harapan dapat lebih mudah difahami. Rencana aksi tersebut adalah sebagai berikut:

Rencana Aksi

Kami, para peserta Forum Regional tentang Keselamatan Ferry Domestik yang diselenggarakan di Bali, Indonesia pada tanggal 6 dan 7 Desember 2011, setuju untuk menghimbau kepada para pemangku kepentingan di wilayah ini (Asia Pacific) untuk mengambil tindakan sebagai berikut:

1.     IMO, Interferry dan semua pemangku kepentingan (stakeholder) terkait, termasuk entitas regional (misalnya ASEAN Maritime Transport Working Group-MTWG, Kepala Forum Administrasi Maritim Asia Pasifik -APHoMSA, dll) harus terus berdialog secara efektif tentang keselamatan feri domestik. Pemerintah harus menunjuk fokal poin yang relevan untuk tujuan dialog yang efektif dan untuk penyediaan data yang sesuai pada armada feri domestik.
2.     Badan-badan Pemerintah/regulator harus berkomitmen untuk menegakkan aturan yang berlaku, secara lebih efektif.
3.     Pemerintah harus mendorong, membantu dan memantau para pemilik kapal/operator kapal untuk mempekerjakan/menyediakan kapal yang cocok-untuk-tujuan (fit-for-purpose) sesuai dengan aturan dan peraturan nasional.
4.     Pemerintah harus mendorong dan membantu semua pihak yang berkepentingan dalam pengembangan dan pelaksanaan sistem manajemen keselamatan yang relevan dan budaya keselamatan yang efektif dalam industri.
5.     Pemerintah harus mendesak, memberi dukungan dan melakukan audit/memonitor para nakhoda dan operator kapal dalam memenuhi kewajiban keselamatan mereka.
6.     Pemerintah didesak untuk melaporkan fakta-fakta awal dan informasi penting tentang kecelakaan pelayaran serta insiden yang terjadi di perairan teritorial mereka segera setelah kecelakaan, dan kemudian menyerahkan laporan penyelidikan kecelakaan melalui Sistem Pengiriman Informasi Terpadu Global (GISIS) IMO.
7.     Pemerintah harus membuat (dan mengembangkan):
.1     kebijakan dan standar keselamatan perkapalan yang tepat (misalnya untuk pembelian dan operasi kapal bekas dan kapal yang dikonversi, standar bangunan kapal baru, untuk memastikan margin keselamatan yang memadai pada stabilitas kapal);
.2     peraturan-peraturan yang cocok-untuk-tujuan (misalnya IMO GlobalReg, sebagaimana yang berlaku);
.3     prosedur survei kapal yang sesuai;
.4     kursus pelatihan yang relevan dan menyediakan pelatihan yang sesuai untuk
surveyor/inspektor/auditor, personil dan kru darat;
.5  prosedur operasi standar dan praktek pengelolaan terbaik yang tepat/benar, untuk memastikan keselamatan operasional kapal domestik, dan
.6    perangkat hukum yang diperlukan untuk membangun kesadaran keselamatan penumpang dan mendidik orang dengan budaya keselamatan (yaitu untuk tidak membawa barang berbahaya seperti bensin sebagai bagasi pribadi, menjaga ketertiban selama embarkasi dan debarkasi, dll).
8.     IMO dapat mempertimbangkan melakukan studi tentang bagaimana tarif rendah yang dibuat pada feri domestik bisa berdampak pada keselamatan feri domestik, dan bagaimana hal ini bisa diatasi.

Akhirnya, kita tetap berharap agar rencana aksi tersebut dapat berjalan lancar dan semua pihak berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakannya tanpa dibebani oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang dapat menyimpang dari tujuan upaya meningkatkan keselamatan pelayaran.