Tuesday 11 September 2012

Proyek Marine Electronic Highway (MEH) di Selat Malaka dan Selat Singapura (suatu pendekatan inofatif manajemen perairan sempit dan padat)


Pendahuluan
Pada tanggal 3 Agustus 2012 yang lalu, Sekjen IMO Mr. Koji Sekimizu secara simbolis telah menyerahkan Sistim IT untuk proyek Marine Electronic Highway (MEH) kepada pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Dirjen Perhubungan Laut bapak Leon Muhammad. Serah terima tersebut berlangsung di kantor MEH (Project Management Office) di Batam. Adalah merupakan kebanggaan bahwa pada proyek MEH ini IMO memberi kepaercayaan kepada pemerintah Indonesia. Namun dengan menerima sistim IT tersebut berarti pemerintah Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk mengoperasikan, merawat, dan memperbaiki apabila ada kerusakan dalam pengoperasiannya. Tentunya memerlukan financial-budgeting yang tidak sedikit untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut. Pemilihan tempat dan lokasi kantor untuk proyek MEH ini di Batam tentunya telah merupakan hasil kesepakatan antara 3 negara pesisir (littoral state) dimana Selat Malaka dan Selat Singapura berada yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura. Ini adalah bentuk kepedulian Negara Indonesia terhadap upaya peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritime di Selat Malaka dan Singapura. Dan ini adalah merupakan kebanggaan serta kehormatan bagi pemerintah Indonesia yang dipercaya oleh IMO untuk mengoperasikan sistim IT untuk proyek MEH ini. 

Latar belakang

Sejak tahun 1990an, penggunaan computer untuk navigasi di kapal-kapal niaga menunjukkan tren yang meningkat secara pasti, terutama setelah dikenalkannya peta elektronik dengan standard S-57 dari organisasi hydrographic internasional IHO, dan ditrimanya sistim ECDIS di sidang Maritime Safety Committee di IMO,  yang kemudian disambut dengan serta merta oleh perusahaan pelayaran dengan melengkapi kapal-kapalnya dengan peralatan-peralatan elektronika.
Selat Malaka dan Selat Singapore, adalah merupakan selat yang menghubungkan antara Negara-negara eropa dan Negara-negara teluk persi dengan Negara-negara di Asia Timur dan Asia Timur Jauh. Semua Negara yang berdiskusi di sidang-sidang IMO menyadari bahwa Selat Malaka dan Selat Singapura semakin lama semakin ramai dan padat dilalui oleh kapal2, mulai dari kapal-kapal domestic yang memiliki ukuran kecil sampai dengan kapal super-tanker (Ultra Large Crude Carrier-ULCC). Sebelum proyek MEH ini ada, di Selat Malaka dan Singapura telah tersedia fasilitas di pelabuhan untuk memonitor lintasan kapal2 yang melintasi kedua selat tersebut baik hanya melintasi maupun singgah di pelabuhan2 Indonesia, Malaysia dan Singapura. Namun fasilitas yang ada tersebut masih diadakan dan dilaksanakan oleh masing2 negara pantai (Indonesia, Malaysia dan Singapura) secara individu.
Pada waktu itu Mr. Koji Sekimizu masih menjabat sebagai Direktur Marine Environmental Division memiliki gagasan untuk membuat proyek di kedua selat tersebut sebagai pilot-project dalam upaya menjaga selat terhadap bahaya pencemaran lingkungan maritime. Selanjutnya proyek tersebut juga telah dikembangkan untuk meningkatkan keselamatan pelayaran di perairan tersebut.

Dibawah ini adalah contoh fasilitas yang telah ada di selat Malaka dan Singapore, dalam menunjang keselamatan pelayaran dan manajemen perlindungan lingkungan maritime, sebagai titik tolak dalam  pengembangan proyek MEH
Facility and Information Technology
Coverage in the Straits
Indonesia
Malaysia
Singapore
Straits-wide
VTS

Radar System

ENCs

DGPS Broadcast Service


STRAITREP
Ship Routeing System
GMDSS
GIS-based Environmental Database
Pollution Dispersion Model



Oil Spill Trajectory Model

Maksud dan tujuan dilaksanakannya proyek MEH adalah:

1.   Upaya meningkatkan keselamatan pelayaran di selat Malaka dan Singapura yang makin lama makin ramai dengan kapal-kapal laut.
2.  Menjaga kelestarian lingkungan maritime di selat, yaitu meningkatkan Oil-spill response dengan menggunakan manajemen yang lebih canggih dan terpadu diantara 3 negara pesisir (Indonesia, Malaysia, Singapura).
3.     Memanfaatkan kelebihan-kelebihan tersedianya fasilitas navigasi secara digital.

Rancangan proyek MEH

Dalam melaksanakan proyek MEH, terdapat 5 komponen untuk melaksanakan yang dinamakan Demonstration Project yaitu:

1.     Komponen 1: MEH System Design, Coordination and Operation;

2.     Komponen 2: MEH System Development;

3.     Komponen 3: Ship-board equipment and communications;

4.     Komponen 4: Marine Environment Protection; dan

5.     Komponen 5: Information Dissemination, Evaluation and Scale-Up Plan.

Dalam melaksanakan 5 komponen tersebut diatas, diperkirakan akan memerlukan beaya sebesar US$.17,85 triliun, dimana US$.8,3 triliun di danai oleh Global Environment Facility (melalui World Bank), US$.6,0 triliun dibeayai oleh para pemilik kapal, US$.2,7 triliun dibebankan kepada 3 negara pesisir (Indonesia, Malaysia dan Singapura) dan US$.0,85 triliun sumbangan dari Korea Selatan (Ministry of Land, Transport and Maritime Affairs). Indonesia mendapat tugas untuk mengerjakan bagian dari komponen 2 yaitu mengadakan fasilitas untuk pengukuran pasang surut dan arus pasang surut (Tide and Current Facilities)

Pelaksanaan Demonstration Project tahap Pertama
Pada waktu penulis bertugas di London sebagai Atase Perhubungan, sering terlibat diskusi informal dengan Mr. Miguel Palomares yang saat itu menggantikan Mr. Koji sebagai Direktur Marine Environmental Division. Dalam diskusi informal tersebut Mr. Palomares sering mengeluh tentang terhentinya proyek MEH tersebut.
Dari yang penulis ketahui, ternyata pada tahun 2008 tersebut proyek MEH telah terhenti kegiatannya selama lebih dari 3 tahun, sehingga terjadi pembengkakan beaya pelaksanaan apabila dilanjutkan. Dana untuk melaksanakan proyek MEH ini telah dikucurkan oleh World Bank untuk kepentingan perlindungan lingkungan maritime. Dalam pertemuan2 yang dilakukan oleh 3 negara pesisir (Indonesia, Malaysia dan Singapura) yang dikenal dengan TTEG (Tripartite Technical Expert Group) dan difasilitasi oleh IMO, telah disepakati Indonesia sebagai focal-point proyek MEH tersebut. Oleh karena terkait dengan issue lingkungan hidup, maka tanggung jawab diserahkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia.
Sebagai Atase Perhubungan, saya mencoba untuk menjembatani antara para pejabat di IMO dengan berbagai pihak di Indonesia agar proyek tersebut dapat berjalan kembali sesuai dengan yang direncanakan. Hampir setiap kesempatan, baik ada ataupun tidak ada sidang di IMO, saya selalu berkomunikasi dengan Mr. Palomares, James Po, dan beberapa staf IMO yang lain, dan hasil komunikasi tersebut kami tuangkan dalam sebuah laporan tertulis berupa berita fax (brafax) yang ditanda tangani oleh Dubes RI. Disamping itu, saya selalu melakukan korespondensi dengan para pejabat Indonesia terkait.
Untuk Demonstration Project yang pertama, perlu dilakukan pemetaan secara elektronik di sepanjang selat Malaka dan Singapura. Pihak-pihak yang terkait di Indonesia antara lain: Direktorat Jenderal Perhubungan Laut sebagai Administration IMO, Kementerian Lingkungan Hidup sebagai fokal point dan sekaligus sebagai penerima dana, dan Dinas Hidrografi dan Oceanografi AL sebagai institusi yang berwenang untuk memetakan wilayah laut Indonesia.
Akhirnya pada awal tahun 2010 proyek tersebut dapat berjalan lagi dengan melakukan Demonstration Project tahap Pertama, yang kemudian hasilnya merupakan serah terima dari Sekjen IMO Mr. Koji Sekimizu kepada pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Dirjen Hubla Bapak Leon Muhammad pada tanggal 3 Agustus 2012 yang lalu.
Semoga kita mampu mengemban tugas ini, sehingga makin kokoh dukungan negara-negara anggota IMO yang lain kepada pemerintah Indonesia, khususnya dalam setiap pemilihan anggota Dewan IMO, yang diselenggarakan setiap 2 tahun sekali, dan semoga proyek ini nantinya dapat selesai secara keseluruhan dalam waktu yang tidak berlarut-larut, demi meningkatkan keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan Singapura serta menjaga kelestarian lingkungan maritime dari pencemaran.

No comments:

Post a Comment